Selasa, 12 Januari 2010

BI BLKI

STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai ank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status an kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan Pemerintah ataupun pihak lainnya.Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah.Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

MISI BANK INDONESIA
Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya(kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.
NILAI NILAI STRATEGIS
Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas - Kebersamaan (KITA - Kompak)
SASARAN STRATEGIS BANK INDONESIA
Untuk mewujudkan Misi, Visi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :
1. Memelihara Kestabilan Moneter;
2. Memelihara Kondisi Keuangan Bank Indonesia yang Sehat dan Akuntabel;
3. Meningkatkan Efektivitas Manajemen Moneter;
4. Meningkatkan Sistem Perbankan yang Sehat dan Efektif serta Sistem Keuangan yang Stabil;
5. Memelihara Keamanan, Kehandalan, dan Efisiensi Sistem Pembayaran;
6. Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Good Governance;
7. Memperkuat Institusi Bank Indonesia melalui Penciptaan Sinergi antara SDM, Informasi Pengetahuan, dan Rancangan Organisasi dengan Strategi Bank Indonesia.
8. Mengarahkan dan Memantau Efektivitas Perubahan Strategis Bank Indonesia

TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

KEBIJAKAN MONETER
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan.Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri. Operasi Pasar Terbuka Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga. Penetapan Cadangan Wajib Minimum Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya. Peran sebagai Lender of The Last Resort Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman. Peran sebagai Lender of The Last Resort Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman. Kebijakan Nilai Tukar Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan. Pengelolaan Cadangan Devisa Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri Pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.
Kredit Program Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup tugas Bank Indonesia. Tugas pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.

PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank. Upaya Restrukturisasi Perbankan Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter. Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.

SISTEM PEMBAYARAN
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu. Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran. Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent. Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.
MANAJEMEN INTERN
Pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran ditunjang oleh sektor manajeman intern yang secara terus menerus dikembangkan dan dibenahi. Tuntutan terhadap sektor ini menjadi semakin besar, mengingat tantangan yang dihadapi Bank Indonesia ke depan tidaklah ringan, terutama mengingat sangat kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh perekonomian nasional.Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan seiring dengan perubahan tatanan sosial politik Indonesia, kebijakan sektor manajemen intern diarahkan terutama pada fungsi sebagai pendukung pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia melalui penyediaan jasa secara cepat dan tepat. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia telah menempuh langkah-langkah kebijakan strategis di bidang manajemen intern yang pada dasarnya merupakan (i) penajaman atas langkah-langkah yang selama ini dilakukan dan (ii) implementasi segera hal-hal yang telah diamanatkan dalam Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.Kebijakan di bidang manajemen intern pada intinya menyangkut pengembangan kelembagaan Bank Indonesia yang meliputi: pengembangan organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), dan infrastruktur.
Pengembangan Organisasi
Berbagai langkah telah ditempuh Bank Indonesia untuk meningkatkan efektivitas organisasi yang independen. Dalam hubungan in0i, rencana strategis pengembangan organisasi Bank Indonesia ke depan akan lebih difokuskan pada organisasi yang lebih ramping, dinamis dan mampu menyesuaikan dengan perkembangan eksternal, serta mampu mendukung pengambilan kebijakan yang cepat, tepat dan akurat.Berkaitan dengan upaya mewujudkan Bank Indonesia baru yang sesuai dengan semangat independensi seperti tertuang dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, disadari perlu untuk merumuskan kembali suatu visi dan misi organisasi yang sesuai dengan semangat independensi tersebut. Untuk itu, Bank Indonesia telah merumuskan visi dan misi organisasi untuk ditetapkan sebagai strategi jangka panjang Bank Indonesia yang mengarah pada terwujudnya Bank Indonesia yang dipercaya (trustworthy) dan disegani (respectable).
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Bank Indonesia terus mempersiapkan SDM yang kompeten yang tidak saja memiliki kemampuan keilmuan dan ketrampilan yang handal, tetapi juga integritas dan rasa tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Tentu saja hal tersebut disertai dengan penyempurnaan sistem manajemen SDM yang ada agar lebih mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Langkah-langkah peningkatan kualitas sumber daya manusia di Bank Indonesia telah dirumuskan dengan menyusun strategi pengembangan sumber daya manusia yang ditempuh dengan menyempurnakan sistem penerimaan, promosi, mutasi, dan pendidikan serta pelatihan. Di samping itu, Bank Indonesia juga telah mengembangkan nilai-nilai yang sesuai dengan pencapaian tugas visi dan misi Bank Indonesia, yaitu melalui pengembangan budaya kerja yang sesuai dengan tuntutan Undang-undang No. 23/1999 dan dapat diimplementasikan oleh seluruh pegawai serta dapat meningkatkan kontribusi pencapaian kinerja Bank Indonesia.Untuk itu, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan sistem penerimaan dan promosi pegawai, menyelenggarakan program pendidikan kepemimpinan (leadership) secara intensif, terencana dan berkesinambungan, serta program peningkatan tata tertib dan disiplin pegawai.
Pengembangan Infrastruktur
Langkah strategis lainnya yang terus dilakukan adalah penyempurnaan infrastruktur organisasi yang meliputi beberapa aspek antara lain penyempurnaan sistem dan mekanisme tata kerja, termasuk pendelegasian wewenang, pengambilan keputusan, peningkatan manajemen keuangan, pengembangan sistem teknologi informasi, pengembangan kehumasan, penajaman sistem pengawasan intern dan kebijakan hukum, serta pengelolaan dokumen.


Struktur organisasi Bank Indonesia terus-menerus mengalami penyempurnaan sesuai dengan dinamika volume pekerjaan dan perkembangan perekonomian nasional maupun internasional. Secara garis besar, struktur organisasi Bank Indonesia dibagi ke dalam empat sektor, yaitu moneter, perbankan, sistem pembayaran dan manajemen internal sebagai sektor pendukung.
Direktur/Kepala Biro
Made Sukada
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Triono Widodo
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Eddy Sulaeman Yusuf
Direktorat Pengelolaan Moneter
Rasmo Samiun
Direktorat Pengelolaan Devisa
Sjamsul Arifin
Direktorat Internasional
Detty H. Agustono
Biro Kredit
Halim Alamsyah
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Yang Ahmad Rizal
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan
Ahdi Jumhari L.
Direktorat Pengawasan Bank 1
Ardhayadi M
Direktorat Pengawasan Bank 2
Zainal Abidin
Direktorat Pengawasan Bank 3
Ratna E. Amiaty
Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat
Ramzi A. Zuhdi
Direktorat Perbankan Syariah
Ahmad Fuad
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan
Edi Siswanto
Direktorat Pengedaran Uang
Dyah N.K. Makhijani
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Harti Haryani
Direktorat Logistik dan Pengamanan
Erman Suherman
Direktorat Teknologi Informasi
Kusumaningtuti
Direktorat Sumber Daya Manusia
Wahyu
Direktorat Keuangan Intern
Oey Hoey Tiong
Direktorat Hukum
Lukman Boenjamin
Direktorat Pengawasan Intern
Mulyana Soekarni
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
Budi Mulya
Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Tjahyo Oetomo Kartodinoto
Biro Sekretariat
Ronald Waas
Unit Khusus Manajemen Informasi
M. Ashadhi
Unit Khusus Museum Bank Indonesia
Ilham Ikhsan
Unit Khusus Penyelesaian Aset

Direktorat Sektor Manajemen Intern
[DLP]
Direktorat Logistik dan Pengamanan
PrLJ
1. Bagian Perencanaan Logistik dan Jasa
PgL-I
2. Bagian Pengelolaan Logistik I
PgL-II
3. Bagian Pengelolaan Logistik II
PgJ
4. Bagian Pengelolaan Jasa
Pam
5. Bagian Pengamanan
[DTI]
Direktorat Teknologi Informasi
PPTI
1. Biro Penelitian dan Pengembangan Teknologi Informasi
PmTI
2. Bagian Pemeliharaan Teknologi Informasi
PDE
3. Bagian Pemrosesan Data Elektronis
[DSDM]
Direktorat Sumber Daya Manusia
PrOS
1. Biro Perencanaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
PgKP
2. Bagian Pengembangan Karir Pegawai
PPbP
3. Bagian Penerimaan dan Pembinaan Pegawai
[DKI]
Direktorat Keuangan Intern
PrKeu
1. Bagian Perencanaan Keuangan
LKeu
2. Bagian Laporan Keuangan
GE
3. Bagian Gaji dan Emolumen
Ang
4. Bagian Anggaran
[DHk]
Direktorat Hukum
-
1. Tim-tima. Tim Penasehat Hukumb. Tim Dokumentasi dan Informasi Hukumc. Tim Enquiry Point
[BSk]
Biro Sekretariat
Pro
1. Bagian Protokol
Ars
2. Bagian Arsip
[DPI]
Direktorat Pengawasan Intern
-
1. Tim-tima. Tim Pengembangan Pengawasan Internb. Tim Analisis Ketentuanc. Tim Pengembangan Intern
AdPI
2. Bagian Administrasi dan Informasi
[DPSHM]
Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
-
1. Tim-tima. Tim Perencanaan dan Pemantauanb. Tim Hubungan Masyarakatc. Staf Gubernur
[UKIP]
Unit Khusus Investigasi Perbankan
-
1. Tim-tim Investigasi
[PPSK]
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
-
1. Kelompok Pengembangan dan Monitoring Program
-
2. Kelompok Peneliti
PPr
3. Bagian Pelaksanaan Program
[UKMI]
Unit Khusus Manajemen Informasi
-
1. Proyek Kebijakan dan Regulasi Manajemen Informasi
-
2. Proyek Manajemen Perubahan
-
3. Proyek Pelaporan Keuangan Lembaga Keuangan
-
4. Proyek Prototipe dan Strategi Portal
-
5. Proyek Enterprise Datawarehouse
-
6. Pengendali Proyek


Info / Berita terbaru:
BI Bentuk Pilot Project Emping Melinjo di Banten
Guna membantu percepatan pertumbuhan sektor riil, khususnya di daerah, melalui pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), Bank Indonesia (BI) telah membentuk pilot project Klaster emping melinjo untuk pengembangan komoditas unggulan di Provinsi Banten. Selain itu, juga dilakukan penelitian identifikasi peraturan daerah dalam rangka pengembangan UMKM, penyusunan data base UMKM potensial, dan kajian pola pembiayaan komoditas unggulan (lending model). Upaya yang dilakukan BI tersebut merupakan tindaklanjut atas hasil penelitian mengenai pengembangan komoditas unggulan UMKM di Provinsi Banten, yang penyerahannya telah dilakukan langsung oleh Gubernur BI Burhanuddin Abdullah kepada Gubernur Provinsi Banten pada tanggal 7 Februari 2007. Kepala Biro Kredit BI, Detty H. Agustono mengatakan, pembentukan pilot project ini dimaksudkan untuk menjadikan klaster emping melinjo sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan sektor riil di Kabupaten Pendeglang khususnya, dan Provinsi Banten pada umumnya. Sementara itu, pada kesempatan berbeda, Wakil Bupati Pandeglang Erwan Kurtubi mengatakan, komoditas pertanian unggulan yang merupakan ciri khas Pandeglang adalah emping melinjo. Setiap tahun, Pandeglang bisa memasuk hampir 20.000 ton emping melinjo. Hanya saja, Erwan menyesalkan masih minimnya SDM dan strategi pemasaranya. “Pengembangan UMKM berbasis kluster merupakan salah satu pendekatan yang terintegrasi dari hulu ke hilir,”kata Detty saat membuka acara Diskusi Panel “Rembug Bersama: Membangun Provinsi Banten Melalui Pengembangan Kegiatan UMKM” di Banten, Rabu (22/8). Untuk implementasi program UMKM berbasis kluster ini, BI melakukan kerjasama dengan beberapa instansi di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, seperti Dinas Pertanian dan Peternakan, Kantor Koperasi, dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar. Instansi-instansi tersebut, secara aktif memberikan pelatihan keterampilan kepada para petani emping melinjo. Selain itu juga disediakan pelatihan manajemen usaha, pelatihan pengemasan dan pemasaran serta studi banding ke klaster emping yang lebih maju, seperti di Jawa Tengah bagi pengelola usaha emping melinjo. Propinsi Banten merupakan provinsi yang relative masih muda (2002-2007), memiliki potensi dan prospek berkembang lebih baik di masa depan. Provinsi Banten memiliki berbagai kekayaan, baik sumber daya alam maupun sumber daya lainnya seperti menjadi ‘pintu gerbang’ antara Jawa dan Sumatera dan memiliki akses dengan infrastruktur seperti Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan Tajung Priok, serta menjadi kota terpenting bagi ‘penyangga Ibu Kota Jakarta’. Deputi Direktur Direktorat Kebijakan Moneter BI Hendar mengatakan, perekonomian di Propinsi Banten belum tumbuh secara merata. Salah satunya tercermin pada jumlah kantor bank yang sebagian besar berlokasi di Tangerang, Cilegon, dan Serang. Sedangkan di Pandeglang dan Lebak relatif lebih jarang. “Di Tangerang kota, satu bank rata-rata melayani masyarakat pada luasan wilayah 2,4 KM, sedangkan di Pandeglang, satu bank melayani masyarakat dengan luasan wilayah 274 KM,” lanjut Hendar.
(27 Agustus 2007)


No.9/ 34 /PSHM/Humas
Sistem Informasi Debitur Akan Mencakup Lembaga Pembiayaan
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman D. Hadad dan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan (Bapepam - LK), A. Fuad Rahmany, menandatangani nota kesepahaman antara BI dan Bapepam - LK mengenai kerjasama penyelenggaraan Sistem Informasi Debitur (SID) Terhadap Lembaga Pembiayaan, pada hari Jumat, 28 September 2007, di Jakarta. “Kerjasama ini merupakan langkah strategis untuk mendorong peran serta Lembaga Pembiayaan dalam penyelenggaraan Biro Informasi Kredit. Diharapkan SID yang ada menjadi lebih komprehensif dan pelaksanaan prinsip kehati-hatian bagi Lembaga Pembiayaan dapat diimplementasikan”, demikian Muliaman dalam sambutannya.
Kerjasama ini merupakan implementasi Paket Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) tahun 2007 dan Instruksi Presiden (Inpres) No.6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pembangunan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Penyelenggaraan Sistem Informasi Debitur (SID) oleh Biro Informasi Kredit (BIK) di Bank Indonesia telah mencakup Pelapor dari 130 Bank Umum, 433 BPR yang bertotal asset ≥ Rp10 Miliar, dan 3 Lembaga Pembiayaan (Lembaga Keuangan Non Bank), sehingga total terdapat 566 pelapor. Keikutsertaan Lembaga Pembiayaan tersebut diharapkan masih bisa bertambah, mengingat jumlah Lembaga Pembiayaan yang saat ini menjadi anggota Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) berjumlah 140. Adapun jumlah debitur yang tercakup dalam SID per Agustus 2007 sekitar 30 juta debitur atau meningkat 26 % dibanding Januari 2007.
Sementara itu, jumlah Pelapor SID mengalami peningkatan sebesar 20% sejak bulan Januari s.d. Agustus 2007 yang berasal dari BPR, yaitu dari 338 BPR pada Januari 2007 menjadi 433 BPR pada Agustus 2007. Jumlah Pelapor SID dari Lembaga Pembiayaan tidak mengalami perubahan yaitu 3 (tiga) Pelapor. Jumlah data debitur Lembaga Pembiayaan adalah sekitar 92 ribu. Adapun Jumlah permintaan Informasi Debitur Individual (IDI) meningkat sebesar 232% atau dari 689 ribu permintaan IDI pada Januari 2007 menjadi 2,3 juta permintaan IDI di bulan Agustus 2007. ”Pada akhirnya, berkembangnya SID akan mendorong akses penyediaan dana bagi masyarakat”, tutup Muliaman.
Jakarta, 28 September 2007
Direktorat Perencanaan Strategisdan Hubungan Masyarakat

No. 9/33/PSHM/Humas
Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan II – 2007 Tercatat Surplus
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2007 tercatat surplus sekitar US$3,6 miliar, lebih besar dibanding surplus triwulan II 2006 US$3,4 miliar. Neraca transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial memberikan kontribusi yang positif terhadap surplus NPI. Transaksi berjalan tercatat surplus sekitar US$2,6 miliar (TW-II 2006 surplus US$1,7 miliar) sedangkan transaksi modal dan finansial tercatat surplus sekitar US$2,1 miliar (TW-II 2006 surplus $25 juta). Untuk keseluruhan tahun 2007, NPI diperkirakan masih surplus cukup besar, yaitu sekitar US$11,5 miliar. Kontribusi terbesar masih berasal dari transaksi berjalan yang diperkirakan surplus sekitar US$10,8 miliar (2,5% dari PDB), lebih tinggi dibanding tahun 2006 sebesar US$9,9 miliar. Prospek transaksi berjalan yang membaik tersebut terutama didorong oleh kuatnya kinerja ekspor nonmigas yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik dan harga-harga komoditas ekspor yang masih meningkat. Sementara itu, transaksi modal dan keuangan pada tahun 2007 diperkirakan surplus sekitar US$2,6 miliar, hampir sama dengan tahun 2006. Surplus transaksi modal dan keuangan sempat meningkat tajam pada semester I 2007 sehingga mencapai US$4,4 miliar. Namun, pada semester II 2007 surplus tersebut diperkirakan menurun sebagai dampak dari menurunnya arus masuk modal portofolio pasca krisis Sub-prime Mortgage Loan di Amerika Serikat. Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa diperkirakan meningkat dari $42,6 miliar pada akhir 2006 menjadi sekitar $54,4 miliar pada akhir 2007 (setara 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah). Komponen utama transaksi berjalan yang mengalami surplus selama triwulan II 2007 adalah neraca perdagangan nonmigas, neraca perdagangan gas, dan neraca transfer berjalan. Neraca perdagangan nonmigas tercatat surplus sebesar US$7,0 miliar (TW II-2006 surplus US$5,7 miliar). Peningkatan surplus ini disebabkan oleh kenaikan nilai ekspor nonmigas yang melebihi kenaikan nilai impor nonmigas. Masih tingginya permintaan dunia menyebabkan nilai ekspor nonmigas tumbuh 20,2% (y.o.y) (TW II-2006 tumbuh 15,0%). Di sisi lain, nilai impor nonmigas tumbuh sekitar 19,3% (y.o.y) (TW II-2006 minus 0,8%) yang disebabkan masih tingginya pertumbuhan konsumsi dan ekspor. Sementara itu, turunnya volume ekspor gas menyebabkan surplus neraca perdagangan gas hanya mencapai US$2,9 miliar (TW II-2006 surplus US$3,1 miliar). Pada periode yang sama, kenaikan transfer masuk gaji TKI di luar negeri menyebabkan neraca transfer berjalan tercatat surplus sekitar US$1,3 miliar (TW-II 2006 surplus US$1,2 miliar). Adapun komponen utama transaksi berjalan yang mengalami defisit adalah neraca perdagangan minyak, neraca jasa, dan neraca pendapatan. Neraca perdagangan minyak tercatat defisit US$1,6 miliar (TW-II 2006 defisit US$1,8 miliar). Penurunan defisit ini disebabkan tingginya harga minyak dan kenaikan volume ekspor minyak mentah. Sebaliknya, neraca jasa mengalami peningkatan defisit menjadi US$2,8 miliar (TW-II 2006 defisit US$2,4 miliar), terutama akibat meningkatnya biaya angkut impor. Peningkatan defisit juga terjadi pada neraca pendapatan menjadi US$4,4 miliar (TW-II 2006 defisit US$4,1 miliar), terutama akibat meningkatnya transfer keuntungan perusahaan PMA. Pada triwulan II 2007, di antara komponen-komponen utama transaksi modal dan keuangan, investasi langsung di Indonesia (PMA) dan investasi portofolio mengalami surplus, sedangkan investasi lainnya mengalami defisit. Investasi langsung di Indonesia (PMA) tercatat surplus US$1,3 miliar (TW II-2006 surplus US$1,1 miliar). Kenaikan surplus ini antara lain didorong oleh naiknya keuntungan perusahaan PMA yang ditanamkan kembali (reinvested earnings), mulai membaiknya iklim investasi, dan meningkatnya akuisisi perusahaan domestik oleh investor asing. Surplus pada Investasi Portofolio (sisi kewajiban) tercatat sekitar US$5,7 miliar (TW II-2006 defisit US$0,7 miliar). Kenaikan surplus ini, terutama berupa pembelian SUN dan SBI oleh investor asing, disebabkan oleh kondisi pasar finansial internasional yang masih likuid, perbedaan suku bunga yang masih tinggi, dan kestabilan makroekonomi domestik yang terjaga. Sementara itu, Investasi Lainnya (sisi kewajiban) mencatat defisit sekitar US$2,0 miliar (TW II-2006 defisit US$0,9 miliar), antara lain karena meningkatnya pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sejalan dengan perkembangan neraca pembayaran tersebut, cadangan devisa meningkat dari US$47,2 miliar pada akhir Maret 2007 menjadi US$50,9 miliar pada akhir Juni 2007. Jumlah cadangan devisa ini setara dengan kebutuhan pembayaran impor dan kewajiban utang luar negeri pemerintah selama 5,2 bulan. Sesuai perkembangan, dapat diinformasikan bahwa sampai dengan akhir bulan Agustus 2007, cadangan devisa tercatat sebesar USD 51,4 miliar atau setara dengan 5,3 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah Secara ringkas, angka realisasi NPI hingga triwulan II 2007 dan proyeksi keseluruhan tahun 2007 dapat dilihat Jakarta, 27 September 2007Direktorat Perencanaan Strategisdan Hubungan Masyarakat
Budi MulyaDirektur

No.9/32/PSHM/Humas
Stabilitas Ekonomi Makro dan Sistem Keuangan Tetap Terjaga : Bank Indonesia Mempertahankan BI Rate Pada Level 8,25%
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada tingkat 8,25%. Keputusan ini diambil setelah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prospek pencapaian inflasi untuk tahun 2007 dan 2008 masing-masing sebesar 6 ±1% dan 5± 1%, proyeksi dan perkembangan perekonomian dan keuangan serta identifikasi terhadap faktor risiko.

“Secara umum, stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan tetap terjaga. Sementara itu, perekonomian secara keseluruhan masih dalam fase ekspansi yang semakin berimbang. Kondisi ini yang disertai dengan stabilitas nilai tukar yang tetap terjaga, memberi keyakinan bahwa inflasi IHK ke depan diperkirakan masih akan berada dalam kisaran sasaran yang telah ditetapkan yaitu sebesar 6+1% untuk tahun 2007 dan 5±1% untuk tahun 2008”, demikian Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah.

“Gejolak pada harga-harga domestik akhir-akhir ini, walaupun merupakan gejolak musiman, tetap perlu terus dicermati perkembangannya. Perbaikan-perbaikan mendasar pada struktur pasar distribusi barang-barang kebutuhan pokok akan sangat membantu upaya bersama memelihara stabilitas ekonomi makro di masa yang akan datang”, demikian tambah Burhanuddin.

Inflasi IHK di bulan Agustus meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, sementara inflasi inti cenderung stabil. Secara tahunan, inflasi IHK tercatat sebesar 6,51%, lebih tinggi dibandingkan bulan Juli sebesar 6,06%. Sementara inflasi inti relatif stabil dibanding bulan sebelumnya yaitu sebesar 5,66% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,75%. Peningkatan inflasi di bulan Agustus terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi pada kelompok inflasi harga makanan yang bergejolak (volatile food) dengan penyumbang terbesar minyak goreng, telur ayam ras, dan beras. Selain itu, inflasi dari kelompok komoditas yang harganya dikendalikan oleh pemerintah (administered prices) juga mencatat sedikit peningkatan sejalan dengan meningkatnya harga minyak tanah.

Sementara itu, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia hingga bulan Agustus masih mencatat surplus, meskipun surplus pada neraca transaksi modal dan keuangan diperkirakan mengalami penurunan akibat peningkatan aliran keluar modal asing. Aliran keluar modal asing terutama terkait dampak rambatan masih berlanjutnya gangguan pada subprime mortgage market di AS. Jumlah cadangan devisa sampai dengan akhir bulan Agustus 2007 tercatat sebesar USD 51,4 miliar atau setara dengan 5,3 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah. Masih berlanjutnya gejolak pada subprime mortgage market di AS mendorong rata-rata bulanan nilai tukar Rupiah melemah sebesar 3,3% dari Rp9.071 pada bulan Juli menjadi Rp.9.372 pada bulan Agustus. Namun demikian, rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2007 (Januari – Agustus) hanya sebesar Rp 9.084 atau masih berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia. ”Walaupun mengalami depresiasi, volatilitas Rupiah di bulan Agustus masih dapat dijaga dalam level yang rendah”, ungkap Burhanuddin.

Bank Indonesia berpandangan gejolak di pasar keuangan belum mempengaruhi ekspansi perekonomian. Pertumbuhan ekonomi selama triwulan III-2007 diperkirakan sebesar 6,2%. Pertumbuhan ini terutama akan didukung oleh pertumbuhan ekspor, konsumsi swasta, dan investasi. Membaiknya kegiatan investasi terutama ditopang oleh optimisme investor dan dukungan pembiayaan perbankan. Dari sisi penawaran, kemampuan sisi produksi dalam merespon kenaikan permintaan masih memadai seiring dengan peningkatan kegiatan produksi.

Kendati terdapat tekanan pada pasar keuangan nasional dan nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan masih tetap terjaga. Berbagai indikator perbankan menunjukkan tidak terdapat risiko yang membahayakan stabilitas perbankan. Penurunan suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan masih berlanjut. Pada bulan Juli, suku bunga kredit modal kerja (KMK) turun menjadi 13,71% dari bulan sebelumnya sebesar 13,88%. Selain itu, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit konsumsi juga tercatat lebih rendah, menjadi masing-masing sebesar 13,82% dan 16,68% dibandingkan posisi sebelumnya 13,99% dan 16,91%. Dilain pihak, suku bunga simpanan juga mengalami penurunan. Rata-rata suku bunga deposito bank umum periode 1 bulan pada bulan Juli mencapai 7,26%, turun dari bulan sebelumnya sebesar 7,46%. Fungsi intermediasi perbankan terus mengalami perbaikan, ditunjukkan oleh tren penyaluran kredit yang terus meningkat dengan pertumbuhan tahunan sampai saat ini sebesar 20,73%. Setelah meningkat cukup besar pada bulan Juni 2007 sebesar Rp 38,5 triliun, pada bulan Juli penyaluran kredit naik sebesar Rp 11,4 triliun, sehingga total kredit pada Juli 2007 menjadi Rp 915,6 triliun.

”Bank Indonesia akan tetap mencermati dampak dari masih berlanjutnya gejolak sub-prime mortgage dan potensi perlambatan ekonomi di AS terhadap perekonomian domestik. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia akan tetap berhati-hati dan diarahkan pada pencapaian sasaran inflasi jangka menengah panjang guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang terus membaik”, tambah Burhanuddin Abdullah.

Bank Indonesia akan terus melakukan langkah-langkah koordinasi secara intensif dengan Pemerintah dalam upaya bersama mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, Bank Indonesia akan tetap melaksanakan kebijakan moneter secara terukur dan berhati-hati dengan terus mencermati dinamika yang berkembang dalam perekonomian.


Jakarta, 6 September 2007
DIREKTORAT PERENCANAAN STRATEGIS
dan HUBUNGAN MASYARAKAT

Budi Mulya
Direktur

Sumber :Google.com

0 komentar:

Posting Komentar


Free CursorsMyspace LayoutsMyspace Comments
print this page